Puluhan tahun lalu kue tradisional atau akrab disapa jajanan pasar hanya bisa ditemui di pasar-pasar tradisional atau pinggiran jalan. Namun seiring inovasi yang dilakukan pecinta kuliner makanan, jajanan sederhana itu mulai terangkat derajatnya, menjadi suguhan resmi pejabat dan tamu-tamu penting, yang otomatis ikut mengerek harganya.
Sosok Winarni Boediman atau yang akrab disapa Ny Yasin Zein adalah sosok di balik itu. Ide untuk mengangkat citra kue-kue tradisional, seperti kue bugis, getas, hunkwee jagung, jongkong Bangka, ongol-ongol, nogosari, talam pisang, putri mandi, lapis coklat dan lainnya, muncul setelah ia menetap dan tinggal di Surabaya, sekitar tahun 1960-an.
Lahir di Bangka Belitung tahun 1937, Winarni kecil memang telah tertarik membuat kue-kue tradisional, karena sering membantu tetangganya yang hajatan. Kegemaran itu terus diasahnya meski ia hijrah ke Surabaya. Berbagai kursus pun ia ikuti.
“Di Surabaya saya bersama bapak membuat dan menjajakan sendiri kue tradisional, khususnya kue mangkok ke kampung-kampung dan pasar, seperti pasar Genteng. Jadi sebenarnya, sejak puluhan tahun lalu saya tetap fokus di kue tradisional,” papar Ny Yasin, yang saat itu tinggal di kawasab Kedung Sroko.
Ada alasan tersendiri mengapa ia lebih memilih kue tradisional. Baginya, selain memiliki banyak jenis kue, bahan yang bisa dibuat cukup mudah didapat dan rasanya tak kalah dengan kue atau roti dari mancanegara. Ia juga tak ingin masuknya makanan asing membuat anak cucunya lupa akan jajanan asli Indonesia.
Ia mengakui, banyak kue tradisional yang dipasarkan oleh sejumlah pedagang kecil. Namun Ny Yasin melihat banyak hal yang harus dibenahi dan butuh inovasi baru agar kue-kue itu bisa diterima semua kalangan.
“Dulu bentuk kue tradisional kita sederhana banget, besar-besar, sehingga pembeli kurang tertarik. Oleh karenanya, saya berpikir, bagaimana jika jajanan itu dibuat yang pas untuk dinikmati, tampilan dan kemasan dibuat lebih cantik, pasti siapapun akan suka,” ungkap Ny Yasin, yang didampingi putra ketiganya Fendi Zein.
Trik itu ternyata cukup jitu. Buktinya, kue-kue buatannya kian laris di pasar, bahkan banyak teman dan kantor-kantor memesan. Tak puas sampai di situ, untuk lebih memperkenalkan kue tradisional dan kreasinya, ibu 4 anak ini aktif mengikuti berbagai lomba membuat dan mengkreasi kue yang sering digelar di sejumlah kota. Hasilnya tak mengecewakan karena ia sering memenangi lomba.
Bahkan karena kegigihannya pula, dia mendapat penghargaan mulai dari almarhum Mohammad Noer hingga Soelarso saat menjadi Gubernur Jatim, maupun dari pejabat lainnya. “Pemprov Jatim sangat peduli sekali dengan makanan khas dan tradisional. Salah satu yang tren adalah tumpeng kue,” ujarnya.
Sejak itu pula, Ny Yasin sering mendapat pesanan dari kalangan pejabat negara, bahkan menjadi hidangan resmi setiap ada tamu negara, presiden, dan warga asing. Dia juga bersyukur, kini kue tradisional diterima di masyarakat, bahkan banyak produsen dan pedagang kue di sejumlah kampung dan ruas jalan di Surabaya.
Kini usaha kue Ny Yasin telah dikenal luas. Tak kurang dari 100 item kue dibuat dan diciptakan. Meski basisnya tetap kue tradisional, namun ia berupaya berkreasi sendiri, seperti kue klepon yang ada pilihan bahan ketan dan ketela ungu, juga nasi uduk yang dibuat mirip lemper, singkong keju, atau kue tok yang dicetak mirip jambu. Harga yang dipatok cukup terjangkau, mulai Rp 3.250 hingga Rp 7.500 per biji.
Tak hanya itu, kemasan dan sajian pun ia kreasi, misalnya dalam bentuk hantaran atau baki hias, juga tumpeng kue. “Saat ini kami dibantu sekitar 15 orang tenaga kerja dengan rata-rata mampu menjual 500-750 biji kue per hari. Kita hanya mengandalkan gerai di rumah ini, juga satu gerai kecil di Galaxy Mal,” jelas Ny Yasin ditemui di rumahnya di kawasan Dharmahusada Indah Utara I.
Karena tiap hari harus menyediakan banyak macam kue, selain dibuat sendiri di rumahnya, beberapa jenis kue juga dibuat di rumah anak-anaknya. “Jadi kita sub-kan di anak-anak. Hanya satu pesan saya, harus gunakan bahan berkualitas terbaik. Jangan yang KW-2, juga jangan memakai bahan pengawet,” sarannya, yang mengaku masih mengandalkan dana sendiri untuk usahanya.
Ke depan, ia berobsesi bisa mendirikan semacam pusat jajanan tradisional di Surabaya, yang bisa menjadi jujugan semua segmen masyarakat. “Masyarakat menengah bawah hingga atas bisa nyaman singgah, baik dibawa pulang maupun makan di tempat. Tentunya ini akan menjadi sebuah ikon baru di Surabaya,” tutur Ny Yasin. surya.co.id
Berlangganan
Bagikan di Facebook
Bagikan di Twitter
Ubah Bentuk, Antarkan Jajanan Pasar Masuk Hotel
Bagikan di Facebook
Bagikan diTwitter
Bagikan di Google+