Citarasa cokelat memang sepanjang masa. Bisnis cokelat pun semanis dan selegit rasanya. Peluangnya masih terbuka lebar, terlebih jika mau berinovasi pada rasa. Tak heran jika banyak yang melirik usaha ini.
Varian cokelat kini sangat beragam. Namun siapa sangka bisnis ini di awal 2000 belum banyak yang berminat, khususnya di kawasan Surabaya dan sekitarnya.
“Pelakunya sangat sedikit, bisa dihitung jari. Ketika 2001 saya memulai usaha ini sempat ketar-ketir juga,” kenang Farida Ariyani, pemilik merek Vanssa Chocolate, belum lama ini.
Ketertarikannya memproduksi cokelat bermula dari keinginan ibu dan neneknya yang juga pembuat cokelat, meski tanpa merek. Berbekal Rp 1 juta rupiah, ia bersama suami mulai fokus pada produksi.
“Saya mewarisi resepnya dari mereka. Sempat beberapa tahun bekerja di perusahaan konveksi, tapi kemudian resign. Sekarang suami saya full mengerahkan waktunya buat membantu usaha ini,” papar wanita kelahiran Malang 43 tahun lalu ini.
Produksinya kini sebanyak satu kuintal cokelat per hari, per kilogramnya bisa menghasilkan 100 buah cokelat kemasan siap jual. Bahan baku biji cokelat dipesan dari supplier luar kota, seminggu sekali. “Rata-rata per bulan bisa menjual sampai Rp 50 juta. Kalau mau Lebaran gini, biasanya orderan meningkat sampai dua kali lipat,” ujar Farida.
Terutama cokelat mix kurma pasti laris. Ada empat varian yang biasa ia jual, crispy, kacang, buah, dan mint. Akhir tahun ini akan diluncurkan varian baru cokelat low sugar, cocok untuk penderita diabetes.
“Sistem pemasarannya, memang tidak membuka outlet khusus, tapi dari toko, minimarket, supermarket hingga hypermarket,” terang ibu satu anak ini.
Sejumlah minimarket dan supermarket yang sudah ia jangkau antara lain, Bonet, Bilka, Hartani, Sinar, Circle-K, Hero, Dunia Buah, serta Istana Buah.
“Kalau bangun gerai khusus, investasinya akan tersedot semua, sedang pemasarannya terabaikan. Kita utamakan pemasaran dulu karena memperkenalkan brand tidak mudah,” jelas Farida, yang berniat merambah luar Jawa dengan mengirim produk-produknya ke Kalimantan.
Saat ini, pelaku usaha kecil menengah (UKM) binaan Bank Mandiri ini memiliki 20 karyawan yang melakukan proses produksi, mulai pengolahan biji cokelat hingga menjadikannya cokelat kemasan siap jual.
“Saya tidak melayani parcel secara khusus, biasanya pembeli sendiri yang mengemasnya menjadi parcel. Kalau dua minggu sebelum Lebaran biasanya pembeli memborong. Sekali beli bisa ratusan ribu. Mungkin itu dijadikan parsel juga,” kata Farida.
Harga cokelat kemasan Vanssa termurah Rp 5.000 (berisi tiga batang cokelat). Sisanya, dikemas dalam bentuk tabung-tabung mini berisi 5-10 batang cokelat, ada pula yang dikemas dalam toples dan box. Cokelatnya bisa tahan sampai delapan bulan.
Diakui Farida, serbuan cokelat impor dari China tidak cukup mengkhawatirkan usahanya. “Konsumen sudah cerdas, jadi bisa menilai. Produk lokal lebih terjamin karena dilengkapi sertifikasi halal. Kalau produk China kan belum tentu,” pungkas Farida. surya.co.id
Berlangganan
Bagikan di Facebook
Bagikan di Twitter
Olah Satu Kuintal per Hari, Pasok Cokelat di Supermarket
Bagikan di Facebook
Bagikan diTwitter
Bagikan di Google+